Penasihat Khusus Genosida PBB prihatin dengan situasi HAM di Tanah Papua

Pada 4 Juli 2023, Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Pencegahan Genosida, Ibu Alice Wairimu Nderitu, dalam pidato pembukaannya pada Pertemuan ke-22, Sesi Reguler ke-53 Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss, menyatakan keprihatinannya mengenai situasi hak asasi manusia di provinsi-provinsi paling timur di Indonesia. Beliau menyoroti pelecehan, penangkapan sewenang-wenang, dan penahanan terhadap warga Papua, yang telah menyebabkan perampasan tanah adat di Papua. Dia mendorong Pemerintah Indonesia untuk memastikan bantuan kemanusiaan dan terlibat dalam “dialog inklusif yang tulus”.

“Di Indonesia, situasi hak asasi manusia di Papua masih sangat memprihatinkan. Hal ini termasuk dugaan pelecehan, penangkapan sewenang-wenang, dan penahanan orang Papua tanpa pengakuan hak-hak mereka sebagai orang asli Papua yang memungkinkan terjadinya perampasan tanah adat. Penilaian dan bantuan kemanusiaan, serta dialog inklusif yang tulus untuk mengatasi keluhan-keluhan yang mendasar sangat dianjurkan.

Dalam banyak situasi, seperti di Republik Demokratik Kongo, Yanomami di Brasil, Guarani Kiowa di Brasil, dan masyarakat Papaua, faktor risiko tidak dapat dimitigasi tanpa menangani peran industri ekstraktif dan eksploitasi sumber daya alam. Kita tahu betul dampak dan warisan dari generasi ke generasi yang ditimbulkan oleh genosida terhadap para korban, komunitas yang menjadi sasaran, dan masyarakat.

Oleh karena itu, pencegahan genosida merupakan kewajiban hukum dan moral.

Hal ini termasuk bertindak awal di tingkat komunitas, nasional, regional, dan internasional terhadap tanda-tanda peringatan dan indikator risiko, termasuk kekerasan dan diskriminasi berdasarkan identitas, ujaran kebencian, dan pelanggaran sistematis hak-hak dasar terhadap penduduk sipil.

Kegagalan untuk segera menanggapi tanda-tanda peringatan tersebut memungkinkan terjadinya genosida. Pencegahan genosida dan kejahatan terkait sangat erat kaitannya dengan memastikan akuntabilitas. Kegagalan untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku dan membiarkan impunitas untuk bertahan akan meningkatkan risiko genosida pada masa depan”

Rekaman pidato tersebut dapat dilihat di UN Web TV mulai dari menit ke 13:15.

Tanggapan dari Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia segera menanggapi pernyataan tersebut. Seorang delegasi diplomatik menyatakan bahwa tuduhan yang disampaikan mengenai Papua Barat tidak sejalan dengan mandat Penasihat Khusus dan isu-isu lain yang dibahas dalam pidatonya. Ia menggarisbawahi bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk mengatasi tantangan kekerasan bersenjata di Papua Barat dengan mendorong pembangunan, keamanan, dan stabilitas bagi seluruh warga Papua.

“[…], Indonesia dengan negara-negara lain, mengutuk genosida. Namun, pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan keberatan kami yang paling keras terhadap isu  di Papua yang tadi diangkat oleh penasihat khusus. Isu yang dibawa oleh penasihat khusus tersebut ke dalam forum yang mulia pada hari ini berkaitan dengan situasi hak asasi manusia di Indonesia dan tidak ada kaitannya dengan laporannya atau mandatnya. Kami khawatir akan objektivitasnya dalam menilai isu ini.

Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh untuk mengatasi tantangan saat ini di Papua melalui percepatan pembangunan, bantuan kemanusiaan, dan memastikan keamanan dan stabilitas. Namun demikian, kami menyayangkan bahwa saat ini teror kelompok kriminal bersenjata masih terus mengancam keselamatan warga sipil di beberapa wilayah di Papua. Sebagai pengemban tugas, Pemerintah harus menjaga keamanan dan keselamatan warga negaranya, termasuk perlindungan dari aksi terorisme yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan. Hal ini tentunya jauh dari pembahasan kita hari ini.”

Rekaman jawaban tersebut dapat dilihat di UN Web TV mulai dari ke 1:08:00.