Dokumen 9 halaman ini mencantumkan kasus-kasus dan perkembangan, termasuk pelanggaran hak asasi manusia dan polanya; eskalasi konflik bersenjata dan dampaknya terhadap warga sipil; pergeseran politik penting di Indonesia yang mempengaruhi Papua Barat; dan tanggapan serta inisiatif internasional. Dokumen ini mencakup periode dari 1 Januari hingga 31 Maret 2025.
Ringkasan
Hak Asasi Manusia
Antara Januari dan Maret 2025, situasi hak asasi manusia di Tanah Papua ditandai dengan serangkaian operasi aparat keamanan di berbagai kabupaten di pegunungan tengah, beberapa di antaranya disertai dengan pengeboman dari udara dekat pemukiman sipil. Meningkatnya kehadiran militer dan operasi kontra-pemberontakan menyebabkan pengungsian internal baru di daerah-daerah yang terkena dampak (lihat bagian konflik) dan juga menghasilkan jumlah kasus penyiksaan yang luar biasa tinggi selama periode pelaporan ini (lihat tabel di atas). Kekerasan bersenjata meningkat secara signifikan di Intan Jaya, di mana militer Indonesia (TNI) dilaporkan melakukan pengeboman dekat pemukiman warga sipil sebagai tanggapan atas serangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Sementara itu, komunitas hak asasi manusia di Tanah Papua telah kehilangan salah satu pembela hak asasi manusia yang paling senior dan terkemuka. Bapak Yones Douw meninggal dunia di rumahnya di Nabire pada 2 Februari 2025.
Selama kunjungan ke Indonesia pada bulan Maret 2025, Sekretaris Jenderal Amnesty International, Ibu Agnes Callamard, menyatakan keprihatinannya mengenai impunitas yang mengakar di Indonesia, khususnya di Tanah Papua, di mana para pelaku militer dan polisi secara rutin lolos dari tuntutan atas pembunuhan di luar hkum, penyiksaan, dan penindasan terhadap ruang-ruang sipil, karena institusi penegak hukum gagal memastikan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia. Sepanjang periode pelaporan, pengadilan membebaskan para pelaku dengan mengabaikan kesaksian dan bukti-bukti yang memberatkan, dan proses penegakan hukum dalam berbagai kasus eksekusi di luar proses hukum, penyiksaan, dan serangan bom molotov terhadap kantor media Jubi mengalami penundaan yang signifikan dan kurangnya transparansi. Kelompok-kelompok solidaritas dan aktivis hak asasi manusia yang mengalami intimidasi, dan serangan fisik keadilan dalam kasus-kasus tersebut menghadapi penindasan.
Di beberapa kabupaten di Tanah Papua, layanan pendidikan mengalami gangguan yang parah, dengan ribuan siswa tidak dapat mengakses pendidikan dasar. Laporan terbaru dari beberapa lokasi menyoroti pola yang mengkhawatirkan dari sekolah-sekolah yang terbengkalai, guru-guru yang tidak hadir, dan murid-murid yang tidak mendapatkan kesempatan pendidikan. Kasus-kasus yang didokumentasikan selama periode pelaporan menunjukkan bahwa kegagalan struktural juga mempengaruhi sistem kesehatan di Tanah Papua. Meskipun kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan dalam hal ketersediaan, aksesibilitas, kualitas, dan kesesuaian layanan kesehatan merupakan masalah yang sudah lama terjadi di wilayah ini, kasus-kasus yang terjadi baru-baru ini juga mengindikasikan adanya penurunan kualitas layanan kesehatan di daerah perkotaan. Di rumah sakit umum di Nabire, lebih dari 200 pekerja kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire, termasuk dokter, perawat, dan bidan, melakukan mogok kerja, menuntut insentif yang belum dibayarkan selama berbulan-bulan sejak akhir tahun 2024.
Sementara itu, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam di Tanah Papua terus berlanjut. Kasus-kasus pertambangan memicu konflik dan merusak lingkungan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat. Proyek raksasa pertanian yang dijalankan oleh pemerintah telah menjadi ancaman besar bagi keberadaan banyak suku asli di Tanah Papua. Contoh yang paling menonjol adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, di mana pemerintah telah merencanakan untuk mengembangkan padi dan tebu di atas 2 juta hektar tanah adat tanpa persetujuan atas dasar informasi yang didahului tanpa paksaan (FPIC) dari masyarakat adat. Masyarakat adat Marind Anim di Provinsi Papua Selatan, bersama dengan ratusan aktivis masyarakat adat dari seluruh Indonesia, telah mengeluarkan penolakan keras terhadap PSN yang mengancam tanah, budaya, dan mata pencaharian mereka. Pelaksanaan PSN diserahkan kepada TNI dan dimulai bulan September 2024. Sangat memprihatinkan bahwa militer dan polisi terus merangsek masuk ke ranah sipil, terutama di bidang pertanian. Dalam sebuah langkah kontroversial, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) meluncurkan proyek penanaman jagung berskala besar yang menargetkan 1,7 juta hektar lahan di seluruh Indonesia, termasuk di Jayapura.
Konflik
Per 1 April 2025, lebih dari 86.886 orang di Tanah Papua masih menjadi pengungsi internal akibat konflik bersenjata antara pasukan keamanan Indonesia dan TPNPB. HRM mendokumentasikan 24 serangan dan bentrokan bersenjata sepanjang kuartal pertama 2025. Jumlah pengungsi kembali meningkat setelah pasukan keamanan meningkatkan operasi di Kabupaten Nduga, Pegunungan Bintang, dan Puncak pada bulan Januari dan Februari 2025.
Permusuhan di Intan Jaya meningkat secara signifikan setelah para pejuang TPNPB menyerang konvoi militer di desa Janamba pada tanggal 27 Maret 2025. Setelah itu, TNI melancarkan operasi kontra-pemberontakan di beberapa kabupaten dan menargetkan sasaran yang diduga sebagai markas TPNPB. Bukti yang dikumpulkan oleh para pembela hak asasi manusia setempat menunjukkan bahwa daerah-daerah dekat pemukiman sipil dibombardir tanpa pandang bulu, yang mengakibatkan pengungsian yang meluas dan setidaknya satu warga sipil tewas. Pada tanggal 23 Maret 2025, anggota TPNPB menyerang guru dan petugas kesehatan di Desa Angguruk, Kabupaten Yahukimo, menewaskan satu petugas pendidikan dan menyebabkan tujuh petugas lainnya terluka.
Pengerahan pasukan ke daerah konflik di pegunungan tengah merupakan bagian dari taktik tempur baru TNI di Tanah Papua. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengumumkan pada akhir Januari 2025 bahwa ia akan melakukan perubahan mendasar pada doktrin perang, yang memungkinkan TNI untuk lebih adaptif dan mampu menghadapi perang gerilya di Tanah Papua. Jenderal Subiyanto menjelaskan bahwa perubahan tersebut akan mencakup penyesuaian teknis, meningkatkan kemampuan taktis prajurit, dan memodernisasi peralatan tempur.
Periode antara Januari dan Maret 2025 ditandai dengan jumlah korban jiwa yang tinggi di kalangan aparat keamanan dan warga sipil. Sepuluh anggota pasukan keamanan dibunuh, dan satu orang terluka selama periode ini. Sebaliknya, TPNPB dilaporkan tidak kehilangan kombatan selama permusuhan. Permusuhan bersenjata antara pihak-pihak yang bertikai juga berdampak pada warga sipil, dengan empat warga sipil terbunuh dan delapan terluka oleh TPNPB, dan dua orang terbunuh dan empat terluka oleh anggota pasukan keamanan dalam bentrokan bersenjata atau operasi keamanan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengutuk penggunaan fasilitas umum seperti sekolah, kantor distrik, dan gereja sebagai pos keamanan oleh TNI dan polisi di Tanah Papua, dan menyatakan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Menurut para pengamat HAM setempat, TNI terus menduduki fasilitas publik di Kabupaten Maybrat, Nduga, dan Pegunungan Bintang.
Perkembangan politik
Presiden Indonesia, Presiden Prabowo Subianto, meluncurkan Proyek ‘Makanan Bergizi Gratis’ (MBG) di seluruh Indonesia, dengan peluncuran berskala besar yang dijadwalkan pada bulan Februari 2025. Di Tanah Papua, ribuan siswa di Kabupaten Jayawijaya, Yalimo, Jayapura, Paniai, Deiyai, dan Nabire melakukan demo damai menentang program tersebut, mengkritik keterlibatan militer dan menuntut pendidikan gratis, bukannya makan siang yang gratis. Aparat keamanan dengan keras menindas aksi protes di Wamena, Yalimo, Timika, Jayapura, Sentani, dan Nabire, dengan menggunakan gas air mata, pemukulan, penangkapan massal, dan intimidasi terhadap murid-murid sekolah.
Pada tanggal 10 Maret 2025, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengungkapkan daftar lembaga pemerintah yang secara hukum berwenang untuk mengangkat prajurit TNI yang masih aktif untuk menduduki jabatan sipil, berdasarkan Pasal 47 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Lembaga-lembaga ini merupakan lembaga-lembaga strategis, termasuk Mahkamah Agung. Menurut organisasi hak asasi manusia ‘Imparsial’, sekitar 2.500 prajurit TNI aktif saat ini menduduki jabatan sipil. Hal ini merupakan pelanggaran langsung terhadap UU TNI yang sama.
Sebuah pertemuan tertutup mengenai amandemen UUTNI diadakan di Hotel Fairmont di Jakarta pada tanggal 15 Maret. Pertemuan ini menjadi kontroversial ketika tiga aktivis yang memprotes ketertutupan proses pembahasan dilaporkan ke polisi oleh pihak keamanan hotel, dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum. Pada tanggal 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia resmi mengadopsi amandemen Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Protes yang meluas di seluruh Indonesia meletus sebagai tanggapan atas revisi undang-undang yang kontroversial dari pemerintah. Demonstrasi yang dipimpin oleh mahasiswa di berbagai kota ditanggapi dengan keras oleh aparat keamanan, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kekerasan polisi, pengekangan partisipasi masyarakat sipil, dan penurunan kebebasan demokratis di Indonesia.
Perkembangan internasional
Negara Pasifik Vanuatu, bersama-sama dengan Negara Federasi Mikronesia, Kepulauan Marshall, Nauru, dan Samoa, menyampaikan pernyataan bersama tentang situasi pembela HAM di Tanah Papua dalam dialog interaktif dengan Pelapor Khusus Pembela HAM pada tanggal 6 Maret 2025 selama Pertemuan ke-18 Sesi ke-58 Dewan Hak Asasi Manusia. Christian Solidarity International (CSI) menyampaikan pernyataan lain di Dewan HAM PBB pada tanggal 28 Maret 2025, memperingatkan rencana pemerintah Indonesia untuk memperluas kehadiran militer dan eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua.
Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation, EUDR) adalah kebijakan yang dirancang untuk memastikan bahwa produk-produk yang memasuki pasar Uni Eropa bebas dari deforestasi sebagai bagian dari target Uni Eropa (UE) untuk mencapai netralitas iklim pada tahun 2050. EUDR mengamanatkan perusahaan untuk melakukan uji tuntas yang ketat untuk memverifikasi bahwa rantai pasok mereka bebas dari deforestasi, degradasi hutan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terkait. Hal ini memiliki implikasi yang besar bagi Tanah Papua dan Indonesia, di mana ekspansi agribisnis dan investasi terkait telah dikaitkan dengan perusakan lingkungan yang meluas dan pelanggaran hak asasi manusia.