Pembaruan Pengungsi Oktober 2025: Kampanye militer mengganggu kehidupan dan layanan sipil serta menyebabkan pengungsian baru

Antara September dan Oktober 2025, Tanah Papua mengalami pengungsian internal yang meluas yang berdampak pada lebih dari 103.218 warga sipil di berbagai kabupaten akibat operasi militer dan konflik bersenjata (lihat tabel di bawah). Sebagian besar pengungsi internal adalah penduduk asli Papua. Krisis yang paling parah terjadi di Intan Jaya, di mana operasi militer yang dilakukan secara beruntun pada bulan September membuat seluruh desa mengungsi. Operasi yang sangat mematikan di Soanggama pada tanggal 15 Oktober menewaskan 15 orang dan membuat 145 penduduk mengungsi ke Hitadipa. Hampir secara bersamaan, di Teluk Bintuni, 238 orang mengungsi ke hutan setelah bentrokan bersenjata pada 11 Oktober. Sekitar 2.000-2.300 warga meninggalkan rumah mereka di Lanny Jaya setelah operasi helikopter militer pada tanggal 5 Oktober mengganggu kebaktian di gereja. Paniai mengalami pengungsian 1.130 orang setelah aparat keamanan menduduki sebuah pusat kesehatan masyarakat, dan Yalimo melihat lebih dari 600 penduduk, termasuk guru dan pegawai negeri sipil, mengungsi ke Wamena pada bulan September 2025 karena kerusuhan sipil di kota Elelim. Lebih dari 200 warga desa mengungsi di Yahukimo setelah bentrokan bersenjata di Distrik Dekai. pada tanggal 31 Oktober 2025

kondisi kemanusiaan di seluruh lokasi pengungsian secara seragam sangat memprihatinkan, ditandai dengan kekurangan makanan, obat-obatan, air bersih, dan tempat tinggal. Para pengungsi yang berlindung di hutan menghadapi kondisi yang sangat keras dengan akses kemanusiaan yang minim, sementara mereka yang berada di kamp-kamp pengungsian harus menghadapi kepadatan penduduk yang parah, sumber daya yang tidak memadai, dan terhentinya aktivitas sehari-hari. Situasi ini semakin diperumit oleh kesulitan komunikasi, akses kemanusiaan yang terbatas karena kontrol pasukan keamanan, dan keberadaan populasi yang rentan, termasuk anak-anak, wanita hamil, dan orang lanjut usia tanpa layanan dukungan khusus.

Pendudukan militer atas infrastruktur sipil, termasuk sekolah, gereja, dan pusat kesehatan, tidak hanya memicu pengungsian awal, tetapi juga mencegah kembalinya para pengungsi dan mengganggu layanan-layanan penting. Pola ini terus berulang dalam konteks konflik bersenjata di Tanah Papua, meskipun mendapat banyak kritik dari pengamat hak asasi manusia nasional. Pada bulan Februari 2025, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengutuk penggunaan fasilitas umum seperti sekolah, kantor kabupaten, dan gereja sebagai pos keamanan oleh militer Indonesia (TNI) dan polisi di Tanah Papua, dan menyatakan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Krisis ini menunjukkan pola sistematis operasi militer yang secara tidak proporsional berdampak pada penduduk sipil dan melanggar prinsip-prinsip pembedaan antara kombatan dan non-kombatan. Sifat jangka panjang dari pengungsian ini, dengan beberapa populasi seperti di Pegunungan Bintang yang mengungsi sejak tahun 2021 dan lebih dari 10.000 pengungsi Nduga yang tinggal di Jayawijaya sejak Desember 2019, mengindikasikan keadaan darurat kemanusiaan yang mengakar dan membutuhkan perhatian yang berkelanjutan. Para pengungsi menolak untuk kembali hingga pasukan militer menarik diri dari desa-desa mereka.

Yahukimo

Pada 30 Oktober 2025, baku tembak dilaporkan terjadi antara anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan pasukan keamanan gabungan Indonesia di daerah dekat desa Domon 1 dan Domon 2, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua. Baku tembak dilaporkan dimulai sekitar pukul 05:30 pagi dan dengan cepat menyebar ke daerah pemukiman penduduk. Ketika satuan TNI, Brimob, dan Marinir melakukan operasi penyisiran yang disertai dengan tembakan, kepanikan pun terjadi di antara penduduk setempat. Lebih dari 50 warga sipil yang berada di jalan gunung melarikan diri ke arah kota Yahukimo, sementara yang lainnya mencari perlindungan di hutan-hutan sekitar untuk menghindari kekerasan bersenjata.

Menurut para pembela hak asasi manusia setempat, para pengungsi yang mengungsi ke hutan belum kembali ke rumah mereka karena rasa takut dan tidak aman yang terus berlanjut. Jumlah pengungsi saat ini mencapai setidaknya 222 orang, yang terdiri dari 123 laki-laki, 85 perempuan, 10 bayi, dan 4 wanita hamil. Mereka terus hidup dalam kondisi yang tidak menentu tanpa akses yang layak terhadap makanan, air, dan layanan kesehatan. Situasi masih belum stabil, dan para aktor kemanusiaan lokal tidak dapat menjangkau daerah tersebut dengan aman karena kehadiran militer yang terus berlanjut dan akses yang terbatas.

Pengungsi di Dekai pada 31 Oktober 2025

Intan Jaya

Beberapa gelombang pengungsian terjadi di Kabupaten Intan Jaya selama bulan September dan Oktober 2025 karena operasi militer Indonesia yang mempengaruhi beberapa desa di berbagai distrik. Operasi tersebut mengganggu kehidupan masyarakat sipil dan memaksa seluruh masyarakat meninggalkan rumah mereka, mencari tempat aman di hutan, desa-desa tetangga, dan pusat-pusat kabupaten.

Pada bulan September 2025, dua peristiwa pengungsian besar terjadi. Pada tanggal 11 September, operasi militer dimulai sekitar pukul 5:00 pagi di Distrik Sugapa, yang berdampak pada lima desa adat, termasuk Desa Jalai. Seluruh penduduk desa-desa tersebut mengungsi ke hutan dan desa-desa terdekat. Militer Indonesia dilaporkan menduduki Sekolah Dasar YPPK Jalai dan Gereja Katolik Fransiskus Jalai, dan mengubah fasilitas umum tersebut menjadi pos-pos militer. Operasi ini terjadi setelah TPNPB menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak milik militer pada tanggal 10 September, yang menyebabkan meningkatnya ketegangan dan pengerahan pasukan tambahan. Dua minggu kemudian, pada tanggal 25 September, operasi militer meluas dan menjangkau lima desa lainnya: Bulapa, Gamagae, Yuwaitapa, Yoparu, dan Galunggama. Menurut informasi dari sumber-sumber lokal, penduduk dari komunitas-komunitas ini melarikan diri untuk mencari perlindungan di kota Sugapa dan Distrik Ugimba.

Krisis pengungsian semakin parah ketika operasi militer di kampung Soanggama pada 15 Oktober 2025 mengakibatkan 15 orang meninggal, termasuk 9 warga sipil dan 6 anggota TPNPB. Operasi tersebut dilaporkan menyebabkan warga dari desa Soanggama, Janamba, dan Kulapa mengungsi ke pusat Distrik Hitadipa. Sebanyak 145 pengungsi tercatat di Hitadipa, terdiri dari 68 perempuan, 38 laki-laki, dan 39 anak-anak. Situasi tetap tidak stabil karena operasi militer terus berlanjut bahkan di daerah-daerah di mana para pengungsi pada bulan September mengungsi, terutama di Distrik Ugimba, di mana bentrokan bersenjata terjadi pada tanggal 12 Oktober.

Situasi kemanusiaan tetap kritis selama dua bulan tersebut, dengan masyarakat yang mengungsi mengalami gangguan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan kegiatan ekonomi. Setidaknya satu anak meninggal pada tanggal 4 September karena ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan tepat waktu. Para pengungsi terus hidup dalam ketakutan dan trauma. Desa-desa mereka masih berada di bawah kendali militer. Para pengungsi di Hitadipa meminta bantuan dari pejabat pemerintah setempat, menyoroti kebutuhan mendesak akan intervensi kemanusiaan dan dukungan pemerintah.

Pengungsi di Intan Jaya mengungsi ke Desa Ugimba yang berdekatan, Oktober 2025

Pengungsi dari Kampung Bulapa, Intan Jaya, meninggalkan rumah mereka pada 25 September 2025

Teluk Bintuni

Pengamat lokal mendokumentasikan pengungsian internal di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, menyusul bentrokan bersenjata pada 11 Oktober 2025 antara kombatan TPNPB dan aparat keamanan Indonesia di Kampung Moyeba, Distrik Moskona Utara. Insiden tersebut mengakibatkan tewasnya seorang prajurit TNI dan menyebabkan tiga orang lainnya terluka parah, dan satu pucuk senapan militer dilaporkan dirampas oleh pasukan TPNPB. Konfrontasi yang diwarnai kekerasan tersebut menimbulkan ketegangan keamanan yang memaksa ratusan warga sipil dari dua distrik meninggalkan rumah mereka dan mencari perlindungan di hutan-hutan sekitar.

Pengungsian ini berdampak pada sembilan kampung di dua distrik di Kabupaten Teluk Bintuni. Di Distrik Moskona Utara, enam kampung terdampak: Moyeba Satu, Mesum, Moyeba Utara, Moyeba Timur, Moyeba Barat, dan Meven. Di Distrik Moskona Utara Jauh, tiga desa melaporkan adanya pengungsian: Inovina, Mosror, dan Mesyem Timur. Menurut catatan yang dikumpulkan pada 18 Oktober 2025, total 238 orang telah mengungsi ke hutan. Sejumlah warga lainnya mengungsi ke Kota Bintuni. Di antara mereka yang terdokumentasi di kamp-kamp hutan sebagian besar adalah perempuan, anak-anak, dan orang tua.

Kondisi kemanusiaan bagi para pengungsi tetap mengerikan karena mereka berlindung di hutan dengan sumber daya yang sangat terbatas. Para pengungsi menghadapi kekurangan makanan, obat-obatan, tempat tinggal yang layak, tenda-tenda darurat, dan layanan kesehatan. Semua kegiatan masyarakat yang normal terhenti, dengan sekolah dan gereja ditutup sementara karena para guru dan yang lainnya mengungsi bersama masyarakat umum. Komunikasi dengan masyarakat yang mengungsi terbukti sangat sulit karena gangguan jaringan telekomunikasi dan pembatasan petugas keamanan bagi pekerja kemanusiaan, sehingga sulit untuk memverifikasi jumlah yang tepat dan menilai sejauh mana kebutuhan mereka.

Pengungsi dari Moskona telah mencari perlindungan di hutan di sekitarnya, 18 Oktober 2025

Lanny Jaya

Menurut laporan media, pengungsian internal di Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Pegunungan Papua, terjadi setelah operasi militer di Desa Wunabugu, Distrik Melagi, yang melibatkan dua helikopter militer pada tanggal 5 Oktober 2025. Helikopter-helikopter tersebut langsung menimbulkan kepanikan di antara penduduk desa, yang sebagian besar dilaporkan sedang menghadiri kebaktian di gereja ketika pasukan militer mendekat. Serangan mendadak tersebut membuat para jemaat tidak dapat melanjutkan Perjamuan Kudus dan menyebabkan seluruh warga mengungsi. Dua penduduk desa dilaporkan hilang sejak operasi tersebut.

Sekitar 2.000 hingga 2.300 warga dari Desa Wunabugu dan sekitarnya mengungsi ke Desa Yigemili, di mana mereka mendirikan kamp-kamp pengungsian. Para pengungsi terdiri dari anak-anak, ibu-ibu, dan bapak-bapak yang mengungsi di dua rumah tradisional dan dua tenda bantuan yang disediakan pemerintah. Pengungsian ini berdampak pada wilayah yang lebih luas di luar Distrik Melagi, dengan kekhawatiran yang muncul tentang situasi serupa di distrik Melagineri, Wano Barat, Kwiyawage, dan Goa Balim. Hingga 27 Oktober 2025, para pengungsi masih berada di lokasi pengungsian tanpa akses yang memadai untuk mendapatkan kebutuhan dasar. Kehadiran militer yang masih berlangsung di kampung halaman mereka menghalangi para pengungsi untuk kembali, karena personil TNI masih terus menduduki area tempat penyerbuan. Para pengungsi dengan tegas menolak untuk kembali ke rumah mereka sampai personil TNI menarik diri dari desa mereka, dan menyatakan bahwa mereka akan tetap berada di pengungsian sampai akhir tahun jika diperlukan.

Kondisi kemanusiaan di kamp-kamp pengungsian masih tetap menantang, dimana para pengungsi mengalami kekurangan makanan dan air minum yang parah. Aktivitas masyarakat sehari-hari pun terhenti untuk sementara waktu, termasuk bertani, berburu, berkebun, pendidikan, layanan kesehatan, dan ibadah. Anak-anak tidak dapat bersekolah, dan penduduk tidak dapat mengakses kebun atau hutan mereka untuk kegiatan subsisten karena takut akan kehadiran militer. Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya, yang dipimpin oleh Bupati Aletinus Yigibalom, merespons dengan mendistribusikan bantuan sembako, termasuk beras, gula, kopi, dan mie instan, melalui Dinas Sosial mulai tanggal 6 Oktober 2025, dengan titik-titik distribusi di Kampung Wunabunggu Mebenga, Kampung Yigemili Goyage, dan Kampung Mbu.

Pengungsi dari Kampung Wunabugu, awal Oktober 2025

Paniai

Antara tanggal 20 dan 25 September 2025, pengamat lokal mendokumentasikan pengungsian internal di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah, menyusul pendudukan puskesmas di Kampung Pasir Putih, Distrik Ekadide, oleh aparat gabungan. Pada tanggal 20 September, pasukan keamanan memasuki Kampung Pasir Putih tanpa pemberitahuan sebelumnya. Pada tanggal 22 September, aparat keamanan secara paksa mendobrak pintu puskesmas dan mengubahnya menjadi pos militer.

Sebagai akibat dari pendudukan militer yang tidak sah dan patroli yang terus menerus, penduduk dari tujuh desa, Pasir Putih, Debamomaida, Kogenepa, Widimeida, Makidimi, Kagokadagi, dan Gakokotu, melarikan diri dari rumah-rumah mereka, membentuk gelombang pertama pengungsi yang berjumlah 930 orang. Sebanyak 250 warga dari Desa Totiyo, Distrik Teluk Deya, dilaporkan mengungsi karena dekat dengan lokasi operasi keamanan, sehingga total pengungsi menjadi 1.130 orang.

Pengungsi dari Ekadide meninggalkan rumah mereka pada akhir September 2025

Yalimo

Kerusuhan sipil di Distrik Elelim, ibu kota administratif Kabupaten Yalimo, menyebabkan pengungsian paksa lebih dari 600 warga, yang sebagian besar mengungsi ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, di Provinsi Pegunungan Papua yang berdekatan, antara tanggal 16 dan 23 September 2025. Para pengungsi, yang terdiri dari keluarga, guru, petugas kesehatan, pegawai negeri sipil, dan pendatang dari berbagai provinsi di Indonesia, mencari perlindungan di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya.

Data resmi mencatat 684 pengungsi yang terdaftar dalam empat gelombang kedatangan. Gelombang pertama pengungsi meninggalkan Elelim pada dini hari tanggal 17 September 2025, di bawah pengawalan polisi dan militer. Mereka tiba di Mapolres Jayawijaya, yang diubah menjadi tempat penampungan dan penerimaan sementara. Setibanya di sana, petugas kepolisian memberikan bantuan makanan darurat, pemeriksaan kesehatan, dan dukungan psikologis. Beberapa pengungsi segera dipertemukan dengan kerabat atau jaringan masyarakat setempat, sementara yang lain tetap berada di bawah perlindungan polisi untuk sementara waktu. Diyakini bahwa sebagian besar pengungsi kembali ke Elelim pada akhir Oktober 2025.

Banyak pengungsi berasal dari luar Papua, termasuk warga dari Sulawesi Selatan, Jawa, Sulawesi Tenggara, NTT, dan Maluku, yang selama ini tinggal dan bekerja di Yalimo. Sebagian dari mereka mengungsi dengan hanya membawa pakaian yang ada di punggung mereka, melaporkan kehilangan rumah, toko, dan barang-barang pribadi akibat kehancuran di Elelim. Kementerian Sosial (Kemensos) dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan mendistribusikan makanan siap saji dan bahan pokok pada tanggal 22 September 2025.

Yahukimo

Bentrokan bersenjata antara Juli dan Agustus 2025 memicu gelombang baru pengungsian massal di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Pada tanggal 1 September, para pembela hak asasi manusia mencatat adanya pengungsian di antara lima sub-suku asli Korowai yaitu Gobkaka, Bese, Arintap, Inta-Maya, dan Arupkor di sekitar Dekai. Para pengungsi masih tersebar di kawasan hutan terpencil dan desa-desa terdekat, dengan sedikit atau bahkan tidak ada akses terhadap makanan, layanan medis, atau bantuan kemanusiaan. Patroli militer yang terus menerus dan kejadian bentrokan bersenjata secara sporadis telah menciptakan suasana ketakutan dan ketidakamanan, sehingga banyak orang yang tidak berani kembali ke rumah mereka.

Para pengungsi mencari perlindungan di hutan setelah bentrokan bersenjata berulang kali terjadi di Kabupaten Yahukimo pada akhir Juli dan Agustus 2025

Puncak

Krisis kemanusiaan yang parah terjadi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, akibat eskalasi konflik bersenjata yang berlangsung selama hampir sembilan bulan pada Oktober 2025. Konflik yang berkepanjangan ini menciptakan apa yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) disebut sebagai situasi pengungsian yang luar biasa, dengan lebih dari 9.261 orang tinggal di tenda-tenda pengungsian. Ini merupakan salah satu krisis pengungsian terbesar di wilayah tersebut. Dalam kunjungan selama seminggu ke Papua Tengah pada pertengahan Oktober 2025, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dan Komisioner Abdul Haris Semendawai meninjau situasi di Kabupaten Puncak, khususnya di daerah Ilaga dan Gome, serta tempat pengungsian di Nabire dan Timika.

Pengungsi dari Puncak tinggal di beberapa lokasi, dengan konsentrasi terbesar 9.261 pengungsi di tenda-tenda pengungsian di Ilaga, sementara sekitar 1.000 pengungsi lainnya tersebar di Nabire dan Timika. Para pengungsi telah tinggal di kamp-kamp pengungsian selama kurang lebih sembilan bulan pada Oktober 2025. Mereka yang mengungsi ke Nabire dan Timika juga menghadapi kondisi kehidupan yang menantang, dengan empat hingga lima keluarga sering kali berdesakan di dalam satu rumah kecil, masing-masing keluarga terdiri dari lima hingga tujuh orang. Kondisi perumahan yang tidak memadai menciptakan kepadatan yang parah dan risiko kesehatan.

Kondisi kemanusiaan di lokasi pengungsian memprihatinkan di semua lokasi. Para pengungsi mengalami kekurangan kebutuhan sehari-hari yang akut, dan tidak ada layanan khusus untuk kelompok rentan seperti ibu hamil, anak-anak, dan lansia. Kondisi kesehatan memburuk secara signifikan, dengan para pengungsi yang jatuh sakit tanpa akses ke perawatan medis yang memadai. Anak-anak kehilangan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, karena banyak sekolah yang rusak atau terbakar, rumah guru yang hancur, dan aset sekolah yang hilang. Anak-anak yang dapat bersekolah di daerah pengungsian harus menanggung biaya sendiri, sehingga menambah beban keuangan bagi keluarga pengungsi yang sudah menghadapi tantangan ekonomi.

Para pengungsi masih ragu untuk kembali karena pasukan keamanan non-organik telah ditempatkan di desa asal mereka. Mereka menyatakan keinginan untuk kembali ke kampung halaman mereka, namun bersikeras bahwa penarikan pasukan non-organik secara bertahap dan terukur dari desa-desa tersebut merupakan prasyarat untuk kepulangan mereka yang aman.

Pegunungan Bintang

Para pengungsi dari distrik Kiwirok dan Oksop masih tinggal di hutan di kamp-kamp semi permanen, terisolasi dari layanan kesehatan, pendidikan, dan atau bantuan kemanusiaan. Pengungsi dari Kiwirok telah tinggal di kamp-kamp tersebut sejak mengungsi akibat operasi militer pada September 2021. Pembatasan akses bantuan oleh militer Indonesia telah menghalangi organisasi kemanusiaan lokal dan internasional untuk menjangkau populasi yang terkena dampak.

HRM menerima informasi mengenai pengeboman udara berulang kali terhadap pos terdepan TPNPB dan kamp-kamp pengungsian di Distrik Kiwirok, antara tanggal 6 dan 12 Oktober 2025, dengan menggunakan jet tempur, pesawat tak berawak, dan bahan peledak berat yang dilengkapi dengan pecahan peluru yang dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada manusia. Investigasi pertama terhadap pecahan bahan peledak dan pecahan peluru mengindikasikan bahwa Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) mungkin telah menggunakan bom konvensional MK 81 atau MK 82 buatan Amerika Serikat. Sistem senjata serupa telah digunakan secara konsisten terhadap pasukan TPNPB bersenjata dan pemukiman warga sipil di Kiwirok sejak tahun 2021. Sebuah serangan udara pada tanggal 12 Oktober dilaporkan diarahkan ke rumah-rumah penduduk. Satu bom dilaporkan menghantam atap rumah, memantul, dan meledak di halaman rumah. Bom kedua meledak di dekatnya. Dua granat dijatuhkan tepat di sebelah area memasak, meskipun keduanya gagal meledak. Serangan tersebut menewaskan satu ekor babi peliharaan dan merusak tanah, pepohonan, dan perkebunan yang terletak di sekitar kawah akibat ledakan.

Penggunaan sistem persenjataan canggih secara sistematis, termasuk jet tempur, pesawat tanpa awak tempur, dan bom pecahan peluru, di dekat pemukiman sipil berisiko membahayakan nyawa warga sipil dan melanggar hukum kemanusiaan internasional. Anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) adalah penduduk asli setempat. Mereka tinggal bersama dan di antara para pengungsi. Namun, keberadaan kombatan di antara warga sipil bukanlah alasan yang cukup untuk membenarkan serangan tanpa pandang bulu yang ditujukan kepada pemukiman warga sipil, di mana pemisahan yang jelas antara warga sipil dan target tidak lagi dapat dijamin.

Pesawat tempur menyerang kamp hutan pengungsi di Kiwirok, 6 Oktober 2025

Para pengungsi dari Kiwirok beribadah di tempat penampungan hutan mereka, September 2025

Sisa-sisa bahan peledak yang dijatuhkan di dekat tempat penampungan pengungsi di Kiwirok, awal Oktober 2025

Nduga

Sejak Februari 2023, lebih dari 10.000 pengungsi dari Nduga diperkirakan tinggal di Kabupaten Jayawijaya saja. Beberapa ribu pengungsi dari Kabupaten Nduga dan Kabupaten Puncak yang berdekatan masih mengungsi di Kwiyawagi, Kabupaten Lanny Jaya, sebagai akibat dari operasi militer yang sedang berlangsung di daerah asal mereka. Mereka tinggal di tempat penampungan sementara tanpa makanan, air bersih, atau perawatan medis yang dapat diandalkan. Menurut laporan setempat, pendudukan pusat kesehatan Agandugume yang baru saja dibangun oleh militer dan pengawasan ketat terhadap transportasi udara menghambat pelayanan kesehatan dan bantuan kemanusiaan. Ribuan pengungsi lain dari Nduga tinggal tersebar di kota-kota besar lainnya dan kabupaten tetangga di Papua Barat.

Pengungsi di seluruh Papua Barat, Indonesia, per 31 Oktober 2025

KabupatenTidak ada pengungsiMengungsi sejakInformasi tambahan
Nduga [2]58,9814 Desember 18Pengungsi berasal dari 11 distrik di Nduga; lebih dari 615 pengungsi dilaporkan meninggal per Januari 2022. Pengungsian baru dilaporkan dari Distrik Yugur pada 18 Januari 2025
Puncak [3]2,72427 April 21Setidaknya 16 pengungsi dilaporkan meninggal selama pengungsian
> 3,0003 Juni 24900 rumah tangga dari distrik Agandugume dan Oneri meninggalkan desa mereka
Intan Jaya [4]12,85931 Maret 25Sedikitnya 126 pengungsi menghadapi masalah kesehatan, dan 11 pengungsi dilaporkan meninggal dunia
Maybrat [5]6,0002 September 21Pengungsi berasal dari 5 distrik; 138 pengungsi dilaporkan meninggal dunia, dan Pemerintah setempat dilaporkan telah memfasilitasi pemulangan pengungsi sejak November 2022
Pegunungan Bintang (Distrik Kiwirok) [6]75210 Oktober 21Sekitar 200 IDP mengungsi ke PNG, 96 IDP dilaporkan meninggal di kamp-kamp pengungsian pada 25 April, dan puluhan IDP menderita sakit.
Yahukimo (Distrik Suru-Suru) [7]> 80020 November 21Pengungsi dari 13 desa mencari perlindungan di 15 kamp sementara, 16 perempuan melahirkan tanpa bantuan medis, dan 13 pengungsi dilaporkan meninggal.
Yahukimo (Distrik Dekai) [8]55421 Agustus 2313 orang sakit; satu orang meninggal, dan dua orang perempuan meninggal
Pegunungan Bintang (Distrik Oksop) [9]70708 Des. 24Pengungsi berasal dari desa Oketumi, Mimin, Alutbakon, Atenor, dan Bumbakon, termasuk 251 balita, 45 lansia, 10 perempuan hamil, dan sedikitnya enam orang sakit yang membutuhkan perhatian medis. Delapan orang pengungsi meninggal dunia di kamp-kamp antara akhir Desember ’24 dan pertengahan Juni ’25
Nduga (Distrik Kroptak) [10]2,0007 Desember 24Penghitungan pertama menyebutkan 65 balita, delapan ibu hamil, lima orang sakit parah, dan 15 lansia.
Teluk Bintuni (Distrik Moskona Barat) [11]N/A15 Jan 25Satu orang perempuan dilaporkan meninggal di hutan selama pengungsian
Nduga (Distrik Mebarok) [12]N/A18 Jan 25Warga dari sedikitnya sembilan desa mengungsi ke hutan
Puncak (Distrik Pogoma, Sinak, Kembru & Bina) [13]> 2,00012 Feb 25Pengungsi berasal dari distrik Pogoma, Sinak, Bina, dan Kembru
Yahukimo (Distrik Angguruk & Hereapini) [14]N/A24 MaretN/A
Yahukimo (Distrik Dekai dan Seradala) [15]7111 Aprilterdiri dari 13 perempuan, 17 laki-laki, 2 bayi, 20 anak-anak, dan 19 remaja putri.
Jayawijaya (Distrik Maima) [16]N/A9 JuniN/A
Intan Jaya (Hitadipa, Sugapa, dan Agisiga) [17]6.37530 Maret & 18 Juni 25desa-desa yang terkena dampak adalah Zanamba, Jaindapa, Sugapa Lama, Titigi, Ndugusiga, Hitadipa, dan Soagama, sekitar 900 IDP akan kembali pada tanggal 27 Juni 2025
Puncak (Pogoma, Bina & Sinak Barat) [18]ratusan07 Mei 25Para IDP mencari perlindungan di Distrik Sinak
Puncak (Gome & Gome Utara) [19]N/A22 MeiPengungsi dari Mundirok Walen Karu, Tobanggi, dan Ilanggume mengungsi ke Inggernok, Kagago 1, Kagago 2, Kota Ilaga, dan kediaman Bupati Puncak di Gome.
Puncak (Yugumuak) [20]ratusan18 Juni 25N/A
Puncak (Omukia) [21]ratusan24 JuniN/A
Puncak Jaya (Lumo) [22]N/A11 Agustus 25Pasukan keamanan dilaporkan membakar rumah-rumah penduduk di Desa Lumo hingga rata dengan tanah
Intan Jaya (Suugapa) [23]> 1,00016 AgustusPara pengungsi berasal dari desa Eknemba, Kusage, Taitawa, Ndugupa, Molemba, dan Zoanbili di Distrik Sugapa
Yahukimo (Sumo) [24]1,89015 Agustus 25N/A
Intan Jaya (Hitadipa) [25]>14511 September – 15 OktoberPara pengungsi berasal dari desa Bulapa, Gamagae, Yuwaitapa, Yoparu, Galunggama, Soanggama, Janamba, dan Kulapa,
Teluk Bintuni (Moskona Utara & Moskona Utara Jauh) [26]23818 Oktober 25Pengungsi berasal dari desa Moyeba Satu, Mesum, Meven, Inovina, Mosror
Lanny Jaya (Melagi) [27]2,3005 Oktober 25Pengungsi berasal dari Desa Wunabugu dan sekitarnya
Yahukimo (Dekia) [28] 222 31 Oktober 25 Pengungsi berasal dari Desa Domon 1 dan Domon 2
T O T A L> 103,218

[1] Istilah ‘Papua Barat’ dalam tulisan ini mengacu pada bagian barat Pulau Papua, yang terdiri dari provinsi Papua, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat, dan Papua Barat Daya

[2] Disusun oleh sekelompok pembela hak asasi manusia Papua yang mengunjungi para pengungsi dari Nduga di kota Wamena dan sekitarnya pada tanggal 12 dan 20 Juli 2023

[3] Jubi (9.11.2021): SORAKPATOK: 300 tewas dan 50 ribu warga Papua mengungsi, tersedia di: https://jubi.co.id/sorakpatok-300-tewas-dan-50-ribu-warga-papua-mengungsi/&

Jubi (12.07.2024): 500 KK dari Distrik Agandugume dan Oneri, sudah sebulan lebih mengungsi di Sinak, tersedia di: https://jubi.id/polhukam/2024/500-kk-dari-distrik-agandugume-dan-oneri-sudah-sebulan-lebih-mengungsi-di-sinak/

[4] HRD Independen di INtan Jaya, April 2025. CNN Indonesia (30.10.2021): Ribuan Warga Papua Mengungsi Usai Pecah Kontak Senjata, tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211030195433-12-714496/ribuan-warga-papua-mengungsi-usai-pecah-kontak-senjata

[5] Sorong News.Com (25.04.2025): 6.000 Warga Maybrat Tercatat Masih Mengungsi, Perbaikan Akses Jalan Jadi target Pemerintah, tersedia di: https://sorongnews.com/6-000-warga-maybrat-tercatat-masih-mengungsi-perbaikan-akses-jalan-jadi-target-pemerintah/

[6] Data jumlah pengungsi dan kematian diperbarui oleh para pekerja gereja yang mengunjungi kamp-kamp pengungsian di Pegunungan Bintang pada bulan April 2025.

[7] Jumlah tersebut berdasarkan data yang dikumpulkan oleh pekerja gereja setempat. Informasi tersebut diterima pada Februari 2022

[8] Jumlah tersebut berdasarkan daftar nama yang dikumpulkan oleh para pembela HAM di Dekai pada bulan September 2023

[9] Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Gereja GIDI dan informan lokal

[10] Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh para pembela HAM di Kroptak. HRM menerima laporan-laporan tersebut pada 18.12.2024

[11] Berdasarkan informasi media yang dipublikasikan pada 13 Januari 2025 dan informasi yang dikumpulkan dari para pembela HAM lokal yang diterima pada 19 Januari 2025

[12] Berdasarkan informasi media yang diterbitkan pada 26 Februari 2025

[13] Berdasarkan informasi media yang dipublikasikan pada 14 Februari 2025 dan informasi yang dikumpulkan dari para pembela HAM lokal yang diterima antara 11 dan 19 Februari 2025

[14] Berdasarkan informasi dari informan lokal dan informasi media yang dipublikasikan pada 23 Maret 2025

[15] Suara Papua (11.04.2025): Dikabarkan Sebanyak 71 Warga Sipil Mengungsi ke Kota Dekai, tersedia di: https://suarapapua.com/2025/04/11/dikabarkan-sebanyak-71-warga-sipil-mengungsi-ke-kota-dekai/

[16] Nolen Wene (16.06.2025): Baru Mengungsi Karena Banjir Masyarakat Di Wamena Mengungsi Lagi Akibat Rentetan Tembakan, tersedia di: https://nokenwene.com/2025/06/10/baru-mengungsi-karena-banjir-masyarakat-di-wamena-mengungsi-lagi-akibat-rentetan-tembakan/

[17] HRM menerima data pengungsi dari dua sumber lokal pada tanggal 5 April 2025 dan Nabire.NET (05.04.2025): Bupati Intan Jaya Salurkan Bantuan Sembako Ke Pengungsi Di Distrik Hitadipa, tersedia di: https://www.nabire.net/bupati-intan-jaya-salurkan-bantuan-sembako-ke-pengungsi-di-distrik-hitadipa/;informatio & informasi terbaru diterbitkan oleh Jubi pada 30 Juni 2025

[18] HRM menerima data pengungsi dari dua sumber lokal antara tanggal 8 dan 18 Mei 2025

[19] HRM menerima data pengungsi dari dua sumber lokal antara 22 dan 28 Mei 2025 dan Papua Daily.Com (24.05.2025) Warga dua kampung di Puncak mengungsi pasca penembakan warga sipil, tersedia di: https://www.papuadaily.com/warga-dua-kampung-di-puncak-mengungsi-pasca-penembakan-warga-sipil/?fbclid=

[20] Papua Bangkit.com (22.06.2025): Sekda Nenu Tabuni Serahkan Santunan Korban Penembakan di Yugumuak dan Bantuan Beras Kepada Pengungsi Sinak – Papua Bangkit tersedia di: https://papuabangkit.com/2025/06/22/sekda-nenu-tabuni-serahkan-santunan-korban-penembakan-di-yugumuak-dan-bantuan-beras-kepada-pengungsi-sinak/ & informasi yang diterima dari informan lokal

[21] Suara Papua (24.06.2024): Operasi Militer Dua Hari, Banyak Rumah Warga Sipil di Distrik Omukia Terbakar, tersedia di: https://suarapapua.com/2025/06/24/operasi-militer-dua-hari-banyak-rumah-warga-sipil-di-distrik-omukia-terbakar/ & informasi yang diterima dari informan lokal

[22] Kabar Gunung.com (11.08.2025): Operasi Kolonial Militer Indonesia TNI-Polri Terhadap Warga Sipil di Distrik Lumo, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, tersedia di: https://kabargunung.com/konfilik-tni-polri-dan-wpa/operasi-kolonial-militer-indonesia-tni-polri-terhadap-warga-sipil-di-distrik-lumo-kabupaten-puncak-jaya-papua-tengah/ & informasi yang diterima dari informan lokal

[23] Berita Jelata (17.08.2025): https://jelatanewspapua.com/breaking-news-operasi-militer-dan-penembakan-di-intan-jaya-masyarakat-dua-kampung-mengungsi-ke-hutan/ &

Kabar Gunung (16.08.2025): Kamera Drone Gantung Bom, Pasukan Darat TNI-Polri Kerahkan Kekuatan Besar di Eknemba Zoanbili Kabupaten Intan Jaya Papua Tengah, tersedia di: https://kabargunung.com/ulmwp/kamera-drone-gantung-bom-pasukan-darat-tni-polri-kerahkan-kekuatan-besar-di-eknemba-zoanbili-kabupaten-intan-jaya-papua-tengah/ & informasi yang diterima dari informan lokal

[24] Informasi yang diterima dari informan lokal

[25] Informasi yang diterima dari informan lokal

[26] Informasi diterima dari informan lokal & Suara Papua (22.10.2025): 209 Warga Moskona di Bintuni Mengungsi ke Hutan, tersedia di: https://suarapapua.com/2025/10/22/209-warga-moskona-di-bintuni-mengungsi-ke-hutan/

[27] Informasi diterima dari LSM lokal & Tribun News (24.10.2025): 2.000 Pengungsi Lanny Jaya Tolak Pulang Sebelum TNI Ditarik dari Kampung, tersedia di: https://papua.tribunnews.com/news/120302/2000-pengungsi-lanny-jaya-tolak-pulang-sebelum-tni-ditarik-dari-kampung.

[28] Berdasarkan informasi dari informan lokal